Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Akhir-akhir ini Salim dapat mengetahui adanya hubungan batin antara Kardi dan Rukmini. Salim sering melihat pada saat-saat senggang Kardi dan Rukmini duduk berdua di buritan atau di emper gubuk. Salimpun dapat menangkap bahwa Rukmini selalu memberikan pelayanan yang istimewa kepada Kardi. Meskipun kadang-kadang dengan agak malu-malu. Secara tak sengaja Salim pernah memergoki Kardi sedang mencium Rukmini di belakang gubuk perahu seperti Slamet Raharjo mencium Christine Hakim dalam film Cinta Pertama yang pernah mereka tonton. Mesra dan lembut.

"Lim, menurutmu Rukmini itu bagaimana?"

"Cakep. Hitam manis," jawab Salim singkat.

"Ya, tentu saja hitam manis. Mana ada gadis nelayan yang kuning langsat seperti model iklan bedak di tivi."

"Ada saja."

"Siapa?"

"Gigimu."

"Bah! Memangnya gigimu selalu kau pepsodent. Aku serius lho, Lim. Maksudku, aku cocok tidak dengan dia?"

"Cocok sekali. Tir pada irenge , sir pada jalitenge . Ya, sama-sama hitamnya. Kalau menjadi satu semakin kelam seperti kepala kereta api kuno."

"Jangan berkelakar, Lim. Ini sungguh-sungguh."

"Memangnya aku tidak sungguh-sungguh."

"Begini Lim, umurku dua puluh dua tahun, sedangkan umurnya baru enam belas tahun."

"Selisih enam tahun. Selisih umur yang bagus untuk suatu perkawinan."

"Kau sok tahu saja."

Salim tertawa kecil.

*

Perahu mulai memasuki daerah sarang ikan. Para awak perahu mulai sibuk melayani alat-alat penangkap ikan. Kardi dan Salim menceburkan diri ke dalam kesibukan itu. Ada sebuah Pukat Harimau yang sedang beroprasi di situ. Padahal daerah itu termasuk daerah terlarang bagi pukat harimau. Ketika kedua perahu itu berdekatan, Pak Ruslan bertepuk tangan dengan keras lalu mengacungkan kepalnya dengan maksud agar sang pukat harimau segera menyingkir dari tempat itu. Rupanya sang pukat harimau tahu diri. Perahu itu segera menyingkir ke tengah.

Para awak perahu Kardi semakin sibuk dengan ikan-ikan yang tertangkap jala dan kail mereka. Dua keranjang sudah hampir penuh ikan. Dalam kesibuk-an itu tiba-tiba mereka dikejutkan oleh pukat harimau tadi yang melaju dengan cepat dari timur laut ke arah perahu mereka. Pak Ruslan segera berdiri dan menanti apa maksud perahu itu. Ketika sang pukat sudah sangat dekat dengan perahu Kardi, seseorang yang sedang berdiri di haluannya berteriak keras, "Cepat tinggalkan tempat ini! Pesawat radar kami mengisyaratkan bahwa badai akan melanda tempat ini!"

Pak Ruslan hampir tidak percaya dengan berita itu. Kardi menatap langit. Langit telah berubah menjadi kelam dengan medung hitam yang bergumpalan tebal berarak ke selatan. Langit seperti mau runtuh. Pak Ruslan segera melihat berkeliling. Dia melihat tanda-tanda yang aneh. Laut di sekeliling perahunya tampak tenang tanpa ombak sedikitpun. Bagai laut mati. Dia yang sudah berpengalaman segera memberi perintah: "Cepat kita tinggalkan tempat ini! Badai betul-betul akan datang!"

Para awak perahu bagai tersentak. Semua segera kembali ke bagiannya masing-masing. Haluan diputar. Kemudian dengan dibantu dayung-dayung, perahu segera dilaju ke barat daya. Namun terlambat. Suara gemuruh sekonyong-konyong datang dari arah timur laut.

Angin mendadak menerpa sangat keras, disertai ombak yang semakin besar menghantami dinding perahu mereka tanpa kenal ampun. Perahu tua itu terguncang-guncang keras. Dengan susah payah mereka menggulung layar untuk menghindari amukan angin. Tapi angin kencang lebih kuat menghantamnya. Layar tua itu terkembang kembali dengan keras bagai dihentakkan. Perahu hampir terbalik. Dan "kreeekk," layar tua itu robek. Perahu terayun-ayun keras bagai sepotong papan yang tak berarti, lalu perlahan-lahan miring ke kanan dan seluruh isi geladak tiba-tiba terlempar ke laut.

Pak Ruslan dengan sigap melemparkan ban-ban dan pelampung. Kardi terbanting ke geladak dengan keras ketika sedang berusaha mengambil sebuah ban yang tergantung di ujung buritan. Rukmini dengan wajah pucat berpegang erat pada tinag pintu gubuk. Ia mejerit keras ketika tiang layar di depannya patah diterjang angin dan terempas ke buritan. Dan, "brruuuaaakk!" gubuk reyot di atas perahu itu pun dihempaskan angin dan roboh menghantam dinding parahu.

Bersamaan dengan itu, Pak Ruslan yang masih berpegangan pada dinding perahu berteriak keras: "Selamatkan diri kalian masing-masing. Perahu akan terbalik. Bersamaan dengan itu pula Kardi meloncat ke laut. Namun, begitu mendengar jeritan Rukmini, dia segera berbalik dan merangkak naik kembali ke perahu. Separo tubu Rukmini tertindih pagar yang roboh tadi. Kardi mengangkat pagar itu. Rukmini merangkak keluar. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup.

Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk bersama-sama meloncat ke laut yang bergelombang besar. Ketika keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangannya dia mencari-carinya. Sepintas dia melihat perahunya terbalik. Pada saat terakhir itu Pak Ruslan meloncat ke laut. Semuanya berlangsung dengan sangat cepat.

Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil mengepit tubuh Rukmini dengan tangan kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas.

"Aku tidak bisa berenang lagi, Mas. Rasanya kakiku ada yang patah."

"Kuatkan hatimu, Rukmi. Berdoalah semoga badai segera reda dan pertolongan segera datang."

"Tubuh Kardi juga semakin lemas. Dia hanya dapat berusaha untuk mengambang saja di permukaan air. Untung badai semakin reda. Namun dia menyadari bahwa kekuatannya sangat terbatas. Mungkin sebentar lagi tenaganya habis dan tentu saja akibatnya sangat fatal kalau pertolongan tidak segera datang. Kardi ngeri memikirkan itu. Matanya mencari-cari kalau-kalau ada kayu atau ban yang terapung di sekitarnya yang dapat digunakan untuk tempat bertumpu.

Pada saat itu Pak Ruslan juga sedang berjuang mati-matian. Dengan susah payah ia berhasil menjebol selembar papan geladak perahu yang telah terbalik dan dengan selembar papan tersebut dia bermaksud mencari anaknya.

"Kardi. Rukmini. Syukurlah kalian masih hidup. Papan ini hanya cukup untuk kalian berdua. Pakailah." Pak Ruslan memberikan papan itu pada mereka.

"Pak Ruslan bagaimana?"

"Jangan pikirkan diriku yang sudah tua begini. Kalian masih punya harapan hidup yang panjang. Selamatkan anakku!"

Pak Ruslan meninggalkan mereka, berenang menembus ombak, dan hilang dari pandangan mereka. Melihat itu, Rukmini menelungkupkan mukanya ke atas papan dan menangis sejadi-jadinya.

*

Sekitar setengah jam kemudian, badai benar-benar reda dan laut pun kembali tenang. Kapal pukat harimau tadi mendekati mereka dan mengangkat keduanya. Sampai di geladak keduanya pingsan.

Seperempat jam kemudian Kardi membuka matanya. Salim sudah berjongkok di sampingnya sambil tersenyum-senyum. Rukmini juga terbangun dan duduk bersandar pada dinding perahu.

"Oh, Lim. Di mana kita sekarang?"

"Di atas pukat harimau. Kita tidak jadi masuk akherat."

"Di mana Pak Ruslan dan yang lain?"

"Jangan khawatir. Semuanya selamat. Cuma kau dan dewimu yang pingsan. Maklum, kalian memang bukan pelaut sejati."

"Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papan kepada kami entah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab."

"Ya.... Untung tadi aku kebagian sebuah ban. Nah, sekarang kusarankan padamu. Cepat-cepatlah nikahi Rukmini. Jangan berpacaran di tengah laut lagi, agar tidak dikutuk Dewa Laut seperti tadi."

Kardi cuma tersenyum kecut. Rukmini tersipu-sipu. Dengan cengar-cengir Salim lantas meninggalkan mereka menuju buritan.

Yogyakarta , 1979/2004

Sebelumnya: Badai Laut Biru 1