Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Kekasih Seorang Lelaki

Cerita Pendek Maya Wulan

Ini kesekian kalinya aku ingin pergi. Dari rumah yang lima tahun lalu kubangun sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi tempat berteduh bagiku dan Maya, istriku. Tapi kemudian aku tidak lagi merasa nyaman, ketika peristiwa itu terjadi di suatu malam, setelah aku kelelahan menulis. Aku berjumpa dengan kekasihku, dan kami saling jatuh cinta. Ia bilang telah menungguku begitu lama. Hingga tergurat luka rindu yang merentang panjang di antara aku dan dia. Waktu itu aku menatapnya tajam dan ia tertunduk malu. Kukatakan padanya aku akan datang menujunya. Ia bertanya, "Kapan?", seolah tak percaya pada perkataan dan janjiku. Kujawab, "Segera."

Tetapi setelah itu aku selalu gagal. Sepuluh kali aku mencoba pergi, tak pernah ada yang berhasil. Aku masih di sini, di rumahku bersama Maya, istriku. Saat itu Maya tidak tahu tentang rencanaku untuk pergi. Ia hanya sesekali bertanya dan merasa curiga padaku. Katanya sikapku semakin aneh di matanya. Biasanya aku meredam kecurigaan istriku itu dengan memeluk tubuhnya erat-erat. Mencium keningnya dan berkata, "Tidak ada yang aneh. Semua biasa saja." Setelah itu Maya diam. Dan aku tidak merasa bersalah sama sekali karena ketidakjujuranku.

Beberapa kali kekasihku datang menemuiku. Terutama ketika Maya tidak sedang berada di sampingku. Kulihat wajah kekasihku kian mengkerut dan tampak kelelahan.

"Kau kenapa?" tanyaku ragu-ragu karena cemas. Aku laki-laki pencemas. Terutama terhadap seorang yang kucintai.
"Terlalu lama aku menunggumu. Terlalu lama aku memetiki penanggalan hanya untuk menghitung waktu kedatanganmu yang palsu. Kau lihat, jari-jariku telah kaku dan membiru. Tubuhku beku tak terjamah pelukanmu. Kepulan asap putih yang menerbangkan rindumu padaku semakin mengabur. Melemah. Dan aku mulai tak sadarkan diri di kesendirianku yang panjang. Tapi kau tak datang juga padaku. Bahkan semakin jarang mengintip dan mengetuk pintu rumahku. Kau mengurung diri dalam kematian singkatmu yang menyedihkan. Bersama jiwa-jiwa yang tak benar-benar hidup. Kau menduakanku dengan kesementaraan. Sedang penantian dan cintaku adalah abadi bagimu. Aku menunggumu dalam kehidupan, tapi kau mengubur diri di makam yang kau lihat subur itu. Kita terlampau lama terpisah."

Aku melihat jelas mata kekasihku meredup. Kuulurkan tangan dan kukatakan padanya aku merasakan hal sama. Rindu yang menuntut penuntasan yang segera.

"Aku akan pulang. Untuk bersamamu," kataku.
Tetapi tubuh kekasihku berguncang. Seperti tertiup angin malam, ia berangsur menghilang dari hadapanku. Aku makin mencemaskannya yang pergi tanpa sempat berkata apa-apa lagi padaku.

Tanpa pikir panjang, esoknya aku memutuskan pergi. Sengaja aku tak membawa apa pun dari rumahku, karena aku tahu Maya akan membutuhkannya jika aku tak ada di sisinya lagi. Namun baru sampai teras rumah, Maya melihatku. Nafasnya naik turun menangkapku yang berniat pergi. Ia marah padaku.

"Kau mau pergi? Meninggalkanku?" tanyanya dengan ketus.
Aku menjawab dalam hati. Ya, istriku. Aku akan pergi. Dan kau tahu itu, pergi berarti meninggalkan. Tapi aku bukan mau meninggalkanmu. Aku akan meninggalkan kesementaraan ini. Kekasihku menungguku dalam kehidupan abadi. Maka aku akan pergi, jauh dari kematian ini.

Maya, istriku, memasang wajah kecewa. Dilipatnya gurat-gurat kebahagiaan yang selama ini menghiasi tulang pipinya yang merona. Sinar matanya meremang. Seperti mata kekasihku yang lelah menungguku. Aku mendadak cemas. Bukan pada Maya, tapi kekasihku. Rasanya aku akan gagal lagi, untuk pergi dari sini. Maya, istriku, menahanku. "Jangan pergi," katanya. Langkahku terhenti. Bayangan kekasihku hilang di benakku.

Maya memenjarakanku dalam peluknya yang berbau kematian. Nafasku sesak mengingat kekasihku yang jauh. Jangan kemari, kekasihku. Batinku. Kalau tidak, kau akan terbakar cemburu dan menangisiku yang bercengkerama bersama jiwa yang tak abadi ini. Kubiarkan Maya terus memelukku erat. Peluklah aku sekuat yang kau mampu perempuanku. Tapi kau tak akan pernah memeluk jiwaku. Karena jiwaku telah pergi terbawa rindu kekasihku. Dan kau tak pernah tahu itu.

Next