Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Pohon yang Hilang

Cerita Pendek Rachmat H. Cahyono

Lelaki bertubuh kecil bernama Marzuki itu terkejut melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Ia serasa mengenali garis-garis wajah itu.

"Man, Lukman, masya Allah. Bener ini kamu, Man?"
Lelaki yang disapa Marzuki itu tersenyum. Benar, itu memang Lukman, kawan masa kecilnya.

"Apa kabar, Ki?"
Mereka saling berangkulan. Lebih tepat, Marzuki merangkulnya lebih dulu.

"Nggak saya sangka, Man. Keren banget kamu sekarang. Cakep. Berapa tahun ya kita enggak ketemu?"
Sebaliknya, ia justru melihat kehidupan mandek begitu saja di suatu tempat. Berubah menjadi hantu tumpukan persoalan yang membuat kenalan lamanya itu terlihat lebih tua daripada usia sebenarnya. Uban di rambut, kantong mata kendor, letih menatap hidup. Tubuh kecil ringkih.

Ia sengaja menyulap dirinya menjadi peziarah yang singgah sebentar ke tempat lama yang dikenalnya. Perkampungan itu. Perkampungan di tengah ibu kota . Hampir 20 tahun berlalu, semenjak keluarganya membawanya merantau ke kota lain. Ke pulau lain. Lalu menghilang dalam kelebat hidup bergegas di negeri empat musim.

Sekolah. Bekerja. Berkeluarga. Perkelaminan. Hidup ternyata cuma deretan angka-angka.
Berapa umurmu? Apakah nilai sekolahmu selalu bagus? Hei, kau sudah bekerja ya, berapa gaji pertamamu? Sudah berapa lama ya kita tidak ketemu? Nomor teleponmu yang sekarang dong? Umur berapa kau menikah? Berapa anakmu sekarang?

Hah. Angka. Angka. Angka.
Sekarang angin membawanya kembali ke sana. Ke tempat ia melewati masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remajanya. Dua puluh tahun lalu. Bukan waktu sebentar. Cukup untuk mengaburkan segala kenangan masa silam menjadi serpihan-serpihan samar yang tak lagi jelas warna dan bentuknya. Ah, kenangan. Bisakah manusia hidup dari kenangan?

Betapa pun ia menyukai kunjungan itu. Apa pun alasannya. Apa pun maknanya. Ia bisa kembali menginderai perkampungan yang begitu "kampungan" itu ("kampungan". Ia selalu mengucapkan kata itu dengan nada rindu yang berbekas di ujung lidahnya). Bertemu bau khas memualkan meruap dari selokan mampet berwarna keruh kehitaman. Terkadang ada bangkai tikus bengkak dengan perut membesar keputihan, mengambang di selokan. Orang-orang berlalu dengan sorot mata jijik dan tangan menutup hidung.

Tak ada kata lain yang lebih tepat selain mengakui perkampungan di tengah kota itu memang jorok betul dan kampungan betul. Padahal, letaknya bersisian dengan salah satu jalan penting di pusat Jakarta . Sebuah perkampungan tua. Konon riwayatnya bisa dirunut sejak Sultan Agung dari Mataram memutuskan menyerbu VOC di Batavia. Prajurit Sultan Agung yang tercecer kemudian menetap di perkampungan itu, kawin mawin dengan penduduk asli, beranak pinak. Jangan-jangan mereka desersi karena gagal menaklukkan birahi mereka sendiri.
Bagaimanapun, perkampungan itu pernah ikut mengasuh dan membesarkannya.

Next