Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Seminggu kemudian Paul Sintli Joyodigimin secara tak sengaja melihat sepintas lalu perempuan itu bersama pejabat Pemerintah Kota Surabaya membuka acara amal untuk yatim piatu di Balai Kota Surabaya. Dia berbicara sangat serius dengan para pejabat Pemerintah Kota. Mereka saling hormat. Mereka saling bungkuk-membungkuk. Dari jauh Paul Sintli Joyodigimin sepintas lalu melihat perempuan itu memimpin acara dan lalu menyanyi dan menari dengan lemah lembut bersama-sama anak yatim piatu. Sebentar kemudian diikuti oleh para pejabat Pemerintah Kota menari-nari. Para wartawan memotret dari tiap sudut ketiak perempuan itu. Mereka ikut-ikutan menari dan menyanyi. Di antara pejabat Pemerintah Kota Surabaya ada ulama, pendeta, dan para pengusaha. Mereka saling doa, saling pidato, saling prihatin, saling bantu uang, saling menghibur para yatim piatu. Bahkan ada yang sampai saling menangis. Akhir acara amal itu adalah makan bersama antara pejabat Pemerintah Kota, ulama, pendeta, pengusaha, perempuan itu, dan anak yatim piatu.

Selesai menyaksikan acara amal yatim piatu di Balai Kota Surabaya Paul Sintli Joyodigimin segera membuka buku catatannya. Dia menulis agak panjang sedikit. Dia mulai dari kalimat "Dari goa angs...mengangkat batu ke atas bukit dan selanjutnya terhempas di ketiak waktu sepintas lalu". Kemudian dengan telaten Paul Sintli Joyodigimin memasukkan beberapa lembar kertas catatannya ke dalam surat. Dia kirim catatannya itu ke beberapa redaksi koran dan majalah. Keesokan harinya beberapa koran dan majalah memuat berita tentang catatan Paul Sintli Joyodigimin. Catatan tentang manusia tergopoh-gopoh. Bergerak-gerak, bergoyang-goyang, berkelebat-kelebat, dan tergopoh-gopoh. Manusia yang dipilin-pilin waktu sepintas lalu. Manusia entah dengan catatan entah apa. Tapi semua merasakan, ada di antara kita semua.

Paul Sintli Joyodigimin sendiri merasakan jarak yang jauh antara yang dirasakan dan ditulisnya dalam catatan hariannya dengan yang ditulis koran. Rasanya wajahnya dipilin-pilin oleh media massa. Bahkan dibongkar-bongkar lalu disusun kembali dari tata rak komputer media massa. Apalagi wajah perempuan itu dipilin jadi Barbie. Tapi semua itu dibiarkan oleh Paul Sintli Joyodigimin. Yang penting dia bisa leluasa menangkap dunia perempuan sepintas lalu yang pernah lalu dalam dirinya.

Tiba tiba tumbuh gairah untuk membungkus kelebatan perempuan yang sepintas lalu itu dalam pengalamananya. Dia coba susun dalam pengalamannya masa kecil, remaja, merantau, dan kesendiriannya. Dicari benang merah. Dicari akar mulai sebagai sosok sementara. Sayangnya sosok perempuan itu tiba-tiba tak pernah nampak kembali. Perempuan itu tak muncul lagi dari pandangan Paul Sintli Joyodigimin.

Selama berhari-hari Paul Sintli Joyodigimin mencari perempuan itu di mal-mal Surabaya. Mulai pagi sampai malam hari. Dari cafe ke bioskop dia cari cari. Bahkan dari toilet ke toilet mal dia masuki. Saking kesalnya, kadang-kadang dia membayangkan setiap perempuan di dalam mal adalah perempuan itu. Kemudian dia lihat dari jauh, seperti orang sedang memantau kampanye pemilu.

Tapi gagal. Perempuan sepintas lalu itu berbeda dengan semua perempuan yang ada di mal-mal. Perempuan sepintas lalu adalah perempuan sepintas lalu. Selalu dalam dunia sepintas lalu. Tidak ada perempuan mal yang berada dalam kelebatan dunia sepintas lalu, kecuali perempuan sepintas lalu itu.

Next
Previous