Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Sekarang berapa usiamu? Berapa lelaki yang sudah meninggalkanmu? Tetapi, berapa pula lelaki yang tak pernah meninggalkanmu? Kenapa mereka meninggalkanmu? Coba renungkan. Rasa takut, bukan? Kamu selalu merasa takut saat berada di samping pacar-pacarmu. Takut pacarmu akan membawamu ke hotel, atau ke kamarnya, atau ke hutan barngkali, dan akan memperkosamu. Apakah pikiran lelaki hanya dipenuhi dengan perkosaan? Pemaksaan? Mungkin dari bacaan kamu belajar, bahwa laki-laki memang suka memaksakan kehendaknya. Kamu bisa terlalu dilindungi, bisa terlalu dipunyai sehingga bahkan disapa oleh lelaki lain pun, dia akan merasa cemburu dan memarahimu bak badai menerjang wajahmu sampai matamu pedih dan mengalirkan air. Ada juga lelaki yang melarangmu ikut aktif dalam berbagai kegiatan yang menyangkut lelaki dan perempuan. Lelaki, menurut yang kamu baca, juga menuntut perempuan pandai memasak, pandai bersolek, dan pandai beranak. Orang bilang: masak, macak, manak. Lalu, di mana wanita yang ingin berkarier sesuai dengan pilihannya. Kamu mau menjadi apa? Guru? Pengarang? Anggota dewan, menteri? Atau selebriti? Wajahmu tidak jelek. Kalau kamu mau akting sedikit, dan nyanyi sedikit, dan beruntung bertemu produser, pasti kamu sudah diorbitkan menjadi bintang sinetron, lalu sekaligus penyanyi, dan uangmu banyak. Lalu, teman-temanmu juga selebriti, sehingga kamu pun akan menikah dengan salah seorang dari mereka.

Sudahkah kamu renungkan, siapakah kamu sekarang? Wanita karier yang sukses tetapi kesepian? Atau ketakutan? Siapa lagi yang sudah meninggalkanmu? Robert, Gung Ardi, Nikelas Syahwin, Ardian Majid, Supono? Semua meninggalkanmu, tetapi siapakah yang tak pernah meninggalkanmu? Lelaki yang selalu berada di dekatmu, namun kehadirannya tak kau sadari? Sekarang, bolehkan aku melamarmu?*

*

Itu yang dapat kubaca dalam cerita pendek misterius, yang tentu lebih mirip sebuah surat pribadi, surat lamaran. Apakah aku harus menanggapinya? Membalas e-mail itu dan mengatakan agar dia unjuk muka sehingga kita bisa bicara. Memang, usiaku merambat sampai ke angka tiga puluh. Franciska sudah punya dua orang anak. Novy sudah beranak satu. Kristiani walau terlambat baru saja melangsungkan pernikahannya yang meriah. Upacara pemberkatan di gereja dipenuhi para sahabat dan kerabat. Lalu aku? Di kota besar seperti Denpasar ini, sibuk dengan tugas-tugasku dalam berbagai proyek, aku tak sempat bernapas untuk memikirkan suami. Benarkah aku tidak memerlukan lelaki? Apakah aku memang ingin hidup sendiri? Ibuku dikhianati ayah sejak aku masih bayi. Ditinggal begitu saja dan menikah lagi dengan seorang gadis remaja. Kakak perempuanku bercerai dari suaminya, dan harus membesarkan bayinya sendirian, seolah kisah ibu terulang kembali. Kalau aku menikah, apakah kisah keluarga juga akan bergulir melindasku?

Tetapi, siapakah yang merasa selalu berada di dekatku? Aku tak pernah merasa ada seorang lelaki yang berada di dekatku dan tak pernah meninggalkanku. Teman-teman lelakiku di tempat kerja hampir semua sudah punya pasangan, pacar atau istri. Aku menyewa rumah sendiri dengan didampingi seorang pembantu Bik Siti dan tukang kebun Mang Komar. Keduanya sering kuserahi apa saja urusan rumah tangga. Urusan mencuci, masak, kebersihan dan keindahan kebun dikerjakan oleh mereka berdua. Bik Siti sudah menikah dan Mang Komar kabarnya juga punya calon di desanya, tetapi aku tak tahu siapa. Sering aku makan di luar karena kesibukanku, dan makanan yang sudah disiapkan dihabiskan mereka berdua. Sering aku minta maaf kepada Bik Siti masalah ini. Pasti dia tak suka kalau masakannya tak kujamah. Tetanggaku? Aku tak begitu kenal dengan mereka karena kesibukanku. Jadi, siapakah yang mengirimiku e-mail dan bagaimana dia tahu alamat e-mail-ku? Mungkin seseorang yang pernah mencuri lihat tumpukan surat-surat elektronik yang sudah dicetak, dari berbagai alamat. Urusan proyek-proyek yang kukerjakan memang sebagian diselesaikan lewat e-mail.

Aku tak tahu. Tak tahu siapa? Sampai pada suatu malam Mang Komar menyapaku:

"Capek, Bu? Kerja keras. Istirahat ya Bu."

Sapaan itu menyambarku. Lelaki itu memang hanyalah seorang tukang kebun. Badanya sehat, wajahnya selalu berkeringat karena kerja. Aku tak tahu persis asal usulnya. Tetapi, apa dia yang mengirim e-mail dan menulis cerpen untukku? Memang, selama aku pergi seharian, komputer di meja kerjaku menganggur, dan surat-surat rapi tersusun dalam map sesuai jenisnya. Bisa saja dia memakai komputerku dan juga memakai disket yang masih kosong. Toh aku tak tahu kalau disket dalam kotak berkurang satu atau dua. Tetapi, apa memang Mang Komar? Aku tak tahu dan tak berani mencari jawaban. Aku memang penakut. ***

Singaraja, 14 Juli 2007

Previous