Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Cinta

Cerita Pendek Hermawan Aksan

PISAU lipat itu bergetar di genggamanku.Ah,pasti karena denyut jantungku yang kian kencang, seperti pegas di ambang retas. Pisau itu baru kubeli di toko kecil tak jauh dari rumahku.

Hijau pupus warna tangkainya—seperti warna gaun kesukaannya, entah dari bahan apa,dan kecil saja ukurannya.Harganya pun tak seberapa.Dalam keadaan terlipat, palingpaling lima sentimeter panjangnya.Dalam keadaan terbuka,tajam ujungnya berkilat tatkala memantulkan cahaya. Kalau kita berkaca,akan tampak wajah kita yang sebenarnya: mengerikan seperti denawa.

Tiap malam, keletak-keletuk sepatunya yang beradu dengan lapisan beton jalan gang kompleks perumahan memukulmukul keheningan.Memukul-mukul jantung. Mula-mula samar, seperti ketukan ujung jari di tembok, makin lama makin nyaring. Iramanya selalu sama. Seperti nyanyian dua per dua, dengan tempo alegro. Selalu ingin kusibakkan tirai jendela, kuintip remang jalan di muka, dan kunikmati sumber bunyi yang menggetarkan lebih dari komposisi Tchaikovski.Bila perlu,akan kubuka pintu kamarku, lalu keluar dan kutunggu dia di pintu pagar.Akan kusapa dia dengan ucapan selamat malam. Dan aku yakin dia akan menoleh dengan senyumnya yang paling mendebarkan. Udara akan tersaput dengan harum magnolia. Seandainya waktu berkurang lima atau enam tahun, aku bahkan akan menunggunya di ujung jalan.

Aku akan menyapanya dengan segala kesopanan.Aku yakin dia akan menarik bibir merahnya dengan senyuman yang ramah.Kalaupun tidak, dia tentu akan menjawab sapaanku dengan lirik mata yang mendebarkan atau suara yang mendesis seperti bisik angin. Kalaupun tidak juga, aku akan memaksanya berjalan merendenginya di sepanjang gang yang sunyi.Bila perlu merangkulkan tanganku di pundaknya. Tapi sampai ketukan itu larut di udara malam, aku masih terempas dalam kesunyian yang makin mengimpit.

Aku hanya bisa membelai permukaan bilah pisauku, pelan-pelan dari pangkal, dan aku merasainya seakanakan jemariku menyusuri permukaan punggungnya—duhai, aku bahkan belum tahu namanya. Tak lama lagi dia, setelah lelah sejak sore menghibur para lelaki yang kelelahan, akan sampai di rumahnya. Tepatnya, salah satu kamar di rumah mewah hampir di ujung jalan. Dia akan membuka pagar besi rumah itu, lalu akan terdengar derit yang menyilet hening, membuka kunci pintu samping,menutupnya kembali,berjalan menaiki tangga,dan membuka pintu kamar depan di lantai dua.Ketika pintu terbuka, pasti akan meruap wangi yang tak kalah segar dari dalam kamar.

Mungkin dia akan langsung merebahkan tubuh rampingnya di kasur yang empuk dengan seprai merah muda yang harum.Mungkin juga dia akan membuka dulu bajunya, mengambil handuk, lalu membasuh tubuh telanjangnya dengan air yang sejuk. Setelah itu, akan ia kenakan gaun tidur hijau pupus yang lembut.Sama lembutnya dengan hijau tangkai pisauku. Dia pasti sangat menyukai warna hijau.Gaun hijau sutra itu halus dan tipis sehingga akan menerawangkan warna kulitnya yang pualam dan bentuk tubuhnya yang mengingatkanku pada sosok Dewi Supraba.


II

OH, kenapa kamu selalu gelisah, lelaki? Kamu ingin keluar mencegat perempuan malam itu? Keluarlah. Muncratkan semua kepenatan dalam dadamu. Aku tak ingin menjadi penjara bagimu. Kalau kauanggap bahwa apa yang ada dalam pikiranmu akan membuatmu menjadi laki-laki, ayolah kumpulkan keberanianmu, buka pintu hati-hati supaya kamu yakin tak akan membangunkanku.

Dan aku tak akan membuka mata seandainya pun aku bangun dan mengetahuinya. Bukalah pintu, menyelinaplah keluar seperti kucing. Bukankah laki-laki itu memang kucing? Tutup lagi pintu.Kalau perlu, kuncilah dari luar biar aku terkurung di dalam, dalam ketidaktahuan— setidaknya tidak tahu menurut anggapanmu. Senyampang keletak-keletuk suara sepatunya masih menggema di telinga, keluarlah melalui pintu muka.Sapalah dia dengan segala kesopanan.

Aku yakin dia akan menarik bibir merahnya dengan senyuman yang ramah. Kalaupun tidak, dia akan menjawab sapaanmu dengan lirik mata yang mendebarkanmu atau suara yang mendesis seperti bisik angin. Tapi, kalaupun tidak juga, jangan memaksanya berjalan merendenginya di sepanjang gang yang sunyi, apalagi merangkulkan tanganmu di pundaknya. Pasti dia terlalu lelah karena sejak sore menghibur para lelaki yang kelelahan.

Temani saja sampai rumahnya.Tepatnya,salah satu kamar di rumah mewah hampir di ujung jalan. Bukakan pagar besi rumah itu, hati-hati, pasti akan terdengar derit yang menyilet hening. Antar dia membuka kunci pintu samping, menutupnya kembali, berjalan menaiki tangga, dan membuka pintu kamar depan di lantai dua.Kamu pasti akan suka karena ketika pintu terbuka,akan meruap wangi yang tak kalah menyegarkan dari dalam kamar. Kamu pasti akan lebih suka kalau dia akan langsung merebahkan tubuh rampingnya di kasur yang empuk dengan seprai merah muda yang harum, apalagi kalau dia membuka dulu bajunya,mengambil handuk,lalu membasuh tubuh telanjangnya dengan air yang sejuk. Bukankah kamu selalu membayangkan indahnya pemandangan itu? Hei, kamu masih gelisah di sini, lelaki?

Next