Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Ajak Aku Melihat Kunang-Kunang

Cerita Pendek Mustafa Ismail

Lelaki itu membuka komputer, lalu mengaktifkan Yahoo! Messenger. Ia meneliti satu persatu nama-nama di sana . Beberapa temannya sedang online. Tapi lebih banyak tidak. Sudah sore, pikirnya, teman-teman yang biasa mengaktifkan YM di kantor, sudah mulai pulang. Rus ingin menyapa beberapa teman yang tinggalnya terpisah-pisah di berbagai kota dan luar negeri.

Tak hanya nama-nama, ia juga memperhatikan kata-kata yang diletakkan di depan nama-nama itu, yang seringkali menjadi cermin apa yang sedang dirasakan atau dilakukan teman-temannya. “Sedang keluar”, “Bos yang manis”, “Menunggu musim duren ”, “Bete deh…”, “Kamu ketahuan….” dan sebagainya. Ia memperhatikan satu persatu, sambil senyum-senyum melihat “catatan status online” itu.

Matanya kemudian tertumbuk pada nama lain: Mawar. Ia menulis “status onlinenya” dengan sangat puitis: “Ajak aku melihat kunang-kunang.” Ah, ia langsung tersugesti untuk menyapa Mawar. Sudah lama ia tidak bertemu perempuan hitam manis dengan rambut sebahu dan lesung pipit itu.

Dulu, Rus itu satu kantor dengan Mawar. Mereka sangat dekat. Tapi pelan-pelan kedekatan itu berjarak. Seseorang kemudian sering menjemput Mawar. Ia tidak mengenal lelaki itu. Mawar selalu mengelak menceritakan tentang dia. Ia hanya berkata: “Itu sepupuku. Kantornya dekat sini, makanya sambil pulang ia mampir menjemputku.”

Rus pun tidak bertanya lebih jauh. Tapi suatu kali, Mawar mengajak Rus bertemu di sebuah kafe. Meski satu kantor, mereka pergi sendiri-sendiri ke kafe yang biasa mereka kunjungi itu. Itu dilakukan agar teman-teman kantor tidak tahu mereka dekat.

Rus tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang mengingkari keluarga. Mawar pun tidak ingin tampak sebagai gadis yang dekat dengan suami orang. Jadi di kantor, tak seorang pun yang tahu hubungan khusus mereka. Ketika di kantor, mereka berlaku sebagaimana layaknya rekan-rekan kerja lainnya. Rus kepala bagian personalia, dan Mawar adalah staf di bagian keuangan.

Pengakuan di kafe itu sungguh mengejutkan. “Aku mau menikah, Mas,” katanya.

Rus terdiam sesaat. Matanya memandang Mawar tanpa berkedip. Mawar tersenyum. Tapi bukan senyum yang biasa dilihat Rus. Senyum ini agak getir. Ia seperti merasa menyesal telah mengatakan sesuatu kepada Rus. “Maafkan aku, Mas. Aku tahu, Mas sangat mencintai keluarga Mas.”

“Ya. Sebetulnya akulah yang salah karena telah mengagumimu dan mengharapkanku terus dekat denganku.” Suara Rus sangat pelan. Mawar menatap lelaki di depannya itu dengan mata tak berkedip. Mereka saling tatap. Tapi pelan-pelan Mawar menunduk, dan beberapa tetes bening mengalir di pipinya.

“Maafkan aku Mas. Aku juga mengagumi dan mengharapkan Mas selalu dekat denganku, tapi…..”

“Ya, aku paham.” Rus berusaha tenang. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Siapakah lelaki itu?”

“Mas pasti sudah tahu.”

“Lelaki yang sering menjemputmu?”

“Dia bukan lelaki yang cocok denganku. Kami terpaksa berpisah beberapa bulan lalu.”

“Lalu siapa?”

“Safar.”

“Safar Yoga?”

Rus segera terbayang seorang lelaki tinggi kurus hitam manis yang dulu mejanya di kantor persis di sebelah Rus, ketika awal-awal bekerja di kantor itu. Tapi setahun bekerja, Safar pindah ke perusahaan lain. Kudengar, terakhir ia menjadi kepala bagian penjualan pada sebuah perusahaan ritel.

“Dia tetanggaku, Mas.”

“Safar cerita banyak tentangku?”

Mawar tersenyum.

“Ia bercerita bahwa ketika sama-sama mahasiswa ia berhasil merebut Santi dariku?”

Mawar menggeleng.

“Atau ia bercerita suatu kali kami berantam di kampus karena ia menggoda Nova, pacarku?”

Mawar juga menggeleng.

“Atau dia cerita bahwa aku dan dia lama tidak ngobrol karena masalah perempuan. Bahkan ketika satu kantor pun kami jarang bertegur sapa meski meja kami bersebelahan?”

“Tidak. Ia tidak menceritakan apa yang Mas ungkapkan. Ia memang tahu kedekatan kita, tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Justru ia merasa tidak enak ketika aku dekat dengannya. Ia takut Mas tersinggung. Tapi aku berhasil meyakinkannya bahwa Mas orang terpelajar dan sangat mencintai keluarga Mas. Mas tidak mungkin mencintai lebih dari satu perempuan.”

Rus terdiam. Agak lama. Lalu, ia melirik arloji, dan buru-buru ia mengatakan: “Sudah malam. Kita harus pulang. Aku akan mengantarmu.”

“Tidak usah, Mas. Aku naik taksi saja.”

Mereka beranjak. Rus berjalan ke arah tempat parkir. Mawar berhenti di teras gedung. Tak lama, sebuah mobil minibus silver lewat dan berhenti di sana . Seseorang melongok dari dalam mobil dan berbicara dengan Mawar. Lalu Mawar pun naik.

Dari jauh, Rus tertunduk diam. Ia tak langsung ke tempat parkir tadi, tapi berdiri di sebuah sudut memperhatikan Mawar. Ia bisa melihat jelas lelaki yang memberhentikan mobilnya di depan Mawar dan mengajaknya pergi. Dia adalah Safar. Ia tidak mengerti mengapa Safar selalu menang dalam soal perempuan.

Next