Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Aryati

Cerita Pendek Dodiek Adyttya Dwiwanto

”Manggarai! Manggarai! Ayo, buruan !” Kondektur bus terus berteriak-teriak memberitahukan jurusan yang dituju bus ini. Sesekali ia mengetukkan sekeping uang lima ratusan ke jendela dekat pintu belakang. Entah siapa yang hendak diberi kode, penumpang atau sopir. Tapi ia melakukan hal itu berkali-kali. ”Manggarai! Manggarai! Ayo, buruan !”

Aku bergegas menuju bus itu yang sedang mangkal di Jalan Raya Pasar Minggu ini. ”Manggarai?” Kondektur mengangguk. Aku langsung meloncat ke dalam bus. Ah, untunglah ada tempat duduk yang tersisa. Aku segera duduk deret kedua kursi terluar, dekat lorong. Tidak lama berselang, beberapa penumpang naik dan menambah sesak bus berwarna merah ini. Aryati. Engkaulah bunga di tamanku. Aryati…. . Busyet! Ini kan zaman komputer. Hebat juga ada yang memutar lagu keroncong.

Ah, lagu Aryati itu yang dibawakan Mus Mulyadi itu seperti membawaku saat berada di rumah simbah dulu di pelosok Sleman sana . Biasanya sih sopir metromini suka menyetel lagu dangdut, rock, atau pop deh. Kalau keroncong sepertinya sopir yang langka! Setelah cukup lama mangkal di dekat terminal, bus mulai melaju perlahan, menyusuri Jalan Raya Pasar Minggu yang mulai lengang. Maklum sekarang hari minggu jam sepuluh malam. Kalau orang lain sedang bercengkerama dengan keluarga atau pacar, aku malah akan menuju kantor untuk bekerja.

Ah, lagu keroncong itu malah membuatku mengantuk. Apalagi baru tadi musim hujan. Aku tidak tahu apakah ada kombinasi antara udara dingin seusai hujan dipadu dengan lagu keroncong akan menyebabkan kantuk? Ah, teori asal-asalan. Aku pun jatuh tertidur. Lelah menyergapku dengan cepat. Bekerja selama sepekan dari malam hari hingga dini hari membuat fisikku dengan mudah terkuras habis. Kadang aku menyiasatinya dengan tidur di bus. Sering kali aku terbangun, justru di Terminal Manggarai. Mau tidak mau, aku membayar ongkos dobel untuk sampai kantor. Aku harus naik bus lagi untuk menuju kantorku di Jalan Soepomo.

Sejatinya, sih, bisa saja naik ojek atau kendaraan tuhan alias bajaj, tapi ongkosnya lebih baik aku belikan makan malam seafood yang lezat. Hmm, mak nyus ! Kerja pun jadi tenang kalau perut kenyang. Aku masih tertidur pulas. Tapi tidur nyenyakku terganggu dengan laju bus ini. Aku terkesiap. Bus berguncang dengan hebat. Mungkin ada sebuah lubang raksasa yang tidak dilihat oleh sopir bus. Aryati. Engkaulah bunga di tamanku. Aryati…. . Samar-samar aku mendengar lagu itu lagi. Masya Allah , masih lagu yang sama? Aku ingin memejamkan mata tetapi belum bisa.

Keterkejutan membuatku sulit untuk membuat mata kembali tertutup. ”Bandung lautan api ini hanya taktik. Biar Belanda tidak bisa memanfaatkan Bandung sebagai basis mereka. ” ”Benar itu. ” ”Saya yakin Panglima Besar Jenderal Sudirman punya rencana brilian untuk membuat kita menang melawan Belanda. ” ”Bambu runcing akan menang melawan senjata. ” ”Saya setuju, bung. ” ”Nanti kalau di Yogyakarta, kita masuk pasukan mana, ya?” ”Ah, pasukan mana saja, bung. Kita berjuang demi bangsa dan negara. Mau pasukan Jawa, Ambon, Bugis, atau Aceh, saya tidak peduli!

Yang penting negara ini merdeka. ” ”Benar, bung. Biar sang saka merah putih berkibar. ” Samar-samar aku mendengar hal yang aneh. Kok, malam-malam begini ada yang bicara soal kemerdekaan? Wah, Indonesia sudah merdeka dari penjajahan Belanda, tapi aku tidak tahu kapan lepas dari penjajahan bangsa sendiri. He-he-he. ”Sudahlah, bu. Kita memang harus keluar dari Bandung . Di Yogyakarta nanti, mungkin kita bisa tinggal di palang merah atau mana saja.

Next