Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Pasangan Muda

Cerita Pendek Ni Komang Ariani

Selalu terbetik rasa bangga di hatiku, bila kubayangkan, aku dan istriku barangkali adalah satu dari sekian juta pasangan muda yang menghuni Jakarta . Orang bilang, Jakarta memang surganya pasangan muda. Karena itulah, aku seringkali membenarkan diri untuk membusungkan dada di depan teman-teman seangkatanku di kampung. Mereka yang memilih mengayunkan pacul dan bergelut pada lumpur sawah penghabisan di desa kami.

Lebih-lebih, ibu mertuaku selalu mengatakan, aku adalah menantu yang paling ia sukai. Menurut dia, dari semua rumah tangga anaknya, hanya rumah tangga kamilah yang sederhana namun bahagia. Rumah tangga anaknya yang lain, tidak ada yang bener katanya.

Rumah tangga kakak sulung Laila, Leni, memang jauh lebih mewah daripada kami, namun kabarnya mereka sering bertengkar. Hubungan persaudaraan antaranggota keluarga juga kabarnya tidak hangat. Sementara rumah tangga adik Laila, Ranti malah lebih berantakan lagi. Suaminya pemabuk dan penjudi, sementara Ranti hanya petugas jasa parkir di salah satu mall. Seharian penuh Ranti terkurung dalam boks parkir di lantai basement yang pengap. Tak heran bila ia sering marah-marah tak jelas apalagi dengan kelakuan suaminya yang tidak bertanggungjawab.

Mertuaku itu tinggal bersama kami dan ialah yang memasak masakan terlezat untuk kami. Ia tinggal di salah satu kamar dalam rumah kontrakan sempit yang kami sewa. Maklumlah, kami hanyalah sepasang suami istri yang hanya bisa hidup pas-pasan di ibukota. Aku hanya lulusan STM dan bekerja di bengkel resmi motor merek terkenal. Sementara istriku lulusan SMA yang kini menjadi SPG counter voucher isi ulang. Bila ada rezeki berlebih, kami sekeluarga cukup gembira dengan makan di warung tenda di pinggir jalan besar. Makan sate ayam atau bebek goreng menjadi hiburan tersendiri bagi aku dan istriku tiap Sabtu dan Minggu.

Yah, janganlah membayangkan kami seperti kebanyakan pasangan muda yang menghuni Jakarta . Jangan membayangkan sepasang dokter dengan pegawai bank, sepasang arsitek dengan dosen, sepasang wartawan dengan marketing, yang mempunyai penghasilan jutaan rupiah dan memiliki rumah mungil di kawasan Jabodetabek. Aku dan istriku cukuplah disebut pasangan muda kelas dua saja.

Walau begitu, kami adalah pasangan yang bahagia. Kami adalah pasangan muda yang menikmati manisnya rumah tangga yang harmonis. Aku dan istrinya banyak ngobrol dan tertawa. Selain itu, kami adalah pasangan serasi. Soal yang satu itu, bolehlah aku menyombong. Istriku cantik dan seksi. Tubuhnya langsing dan rambutnya panjang. Ia juga rajin berdandan dengan alis yang dibentuk rapi. Sementara aku bolehlah dibilang cukup tampan. Aku selalu tampak gagah dengan seragam montirku. Oh ya, perkenalkan namaku Setyo dan Laila istriku.

Laila istriku adalah perempuan yang tidak pernah berhenti berpikir. Sejak kami pacaran di kampung dulu, sampai saat-saat menjelang menikah, Laila selalu hadir dengan ide-idenya. Akhir-akhir ini, Laila sering mengeluh prihatin akan nasib adiknya. Beberapa kali kudengar, ia menasehati Ranti agar bercerai saja dengan suaminya yang bajingan. Laila juga berjanji mencarikan pekerjaan sebagai SPG untuk Ranti. Pastilah tidak terlalu susah baginya. Ranti sangat cantik. Kalau saja nasibnya beruntung, ia tidak kalah cantik dengan model-model yang muncul di majalah atau TV. Ia juga cerdas. Sering dapat juara kelas ketika sekolah dulu. Namun otaknya yang cerdas tidak disertai kemampuan bergaul yang baik. Ranti pendiam dan pemurung. Ia yang semestinya bisa menjadi SPG mobil yang digaji mahal, malah hanya bekerja sebagai petugas parkir yang terjebak dalam kotak nerakanya. Ah, nasib orang memang susah ditebak.

Namun usul Laila untuk bercerai itu, tidak pernah disanggupi Ranti. Barangkali karena ia sungguh-sungguh mencintai suaminya atau mungkin ia takut mendapat sebutan janda. Entahlah. Keadaan ini membuat Laila sering terlihat termangu-mangu sambil mencangkung di beranda rumah. Sampai suatu ketika, dari mulutnya meluncur sebuah ide.

"Saya ingin buka warung, Mas!" kata Laila

"Warung kecil yang menjual perlengkapan sehari-hari. Daerah sini terlalu jauh ke toko terdekat, saya pikir bakal laku!" tambahnya lagi tanpa diminta.

"Lalu modalnya?"

"Ibu masih punya sepetak sawah di kampung yang sekarang digarap orang. Menurutnya, lebih baik untuk modal saja. Ibu dan saya juga punya perhiasan peninggalan eyang yang nilainya lumayan. Mungkin bisa kita gadaikan untuk pinjam modal. Begitu warungnya jalan, langsung kita tebus!"

"Wah, pikiranmu sudah sejauh itu. Apa modalnya memang cukup untuk buka warung?"

"Cukup, Mas. Saya sudah hitung semua. Mas setuju?" tanyanya antusias.

"Aku sih setuju saja, Dik. Apalagi untuk kemajuan kita juga. Lalu pekerjaanmu sebagai SPG?"

"Aku sudah minta izin pada bosku agar pekerjaanku digantikan Ranti. Ia setuju setelah Ranti saya bawa menghadapnya. Maaf saya baru bilang ke Mas. Tadinya kalau Mas tidak setuju, saya mau cari pekerjaan baru sebagai SPG. Kasihan Ranti, biar hidupnya lebih senang!" jelas Laila panjang lebar. Aku semakin mengagumi istriku ini. Ia begitu cekatan dan cerdas.

Next