Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Entah mengapa, ketika berkata demikian, aku merasa bahwa lelaki itu merupakan pencerita yang hebat dan sangat terkenal sehingga aku merasa sangat perlu dan bangga sekali jika ia membacakan ceritanya padaku.

‘'Dengan senang hati aku akan mendengarnya. Bacakanlah!'' kataku akhirnya, setengah meminta.

Mata lelaki itu menceritakan ini

‘' Ada seorang lelaki muda yang tiba-tiba mengubah wujudnya menjadi kunang-kunang. Di suatu tempat. Yah, di suatu tempat dimana waktu hanya terdiri dari huruf-huruf yang mengkristal jadi sajak lelah. Lelaki itu merasa bahwa waktu ataupun sajak-sajak lelah itu selalu melingkar membungkus tubuh, mengepak nafas, meringkus gerak dan membekap jalan pikirannya. Ia mengubah dirinya jadi kunang-kunang supaya bisa lari dan keluar dari lingkaran yang menjerat serupa penjara gelap itu. Dengan menjadi kunang-kunang, tubuhnya akan menjadi suluh bagi dirinya untuk keluar dan lari dari lingkaran itu. Maka terbanglah ia menerjang seluruh arah, sudut dan permukaan segala yang berwujud. Setelah ia berada di luar lingkaran, ia merasa bebas sebab tak akan dialaminya lagi perjalanan di sisi lingkaran yang selalu menghantamnya pada titik yang sama secara berulang-ulang.

‘'Maaf,'' kataku menyela, ‘'Aku tak faham apa kandungan ceritamu.''

‘'Haha...,'' lelaki itu tertawa, dan melanjutkan, ‘'aku sedang bercerita soal waktu, kawan. Kau tahu, waktu adalah lingkaran. Hidup kita hanya terdiri dari perjalanan berulang-ulang di sisi lingkaran demi mengurangi waktu. Kita berangkat dari satu titik ke titik lain tapi akan tetap tiba pada titik yang sama pada akhirnya. Lihat, pada pagi hari kau bangun dan tidur pada malam hari. Dan itu akan berulang-ulang kau lakukan tanpa perlawanan. Jika kau merasa lapar, kau akan makan. Jika lapar lagi, kau akan makan lagi. Kau meninggalkan rumah pada waktu-waktu tertentu dan akan tetap kembali ke rumah sejauh apapun kau berkelana. Yah, hidup kita mengarungi waktu persis seperti ketika kita mengelilingi lingkaran. Jika suatu waktu kau tertawa, kau akan diam setelahnya. Jika suatu waktu kau menangis, kau akan diam sesudahnya.''

‘'Cukup-cukup kawan,'' kataku menyela, ‘'Sekarang aku paham apa maksudmu. Tapi apakah kau merasa mampu melepaskan diri dari ringkusan waktu?''

‘'Oh, tentu. Hal itulah yang menjadi bagian lanjut dari cerita yang kutulis ini. Apakah kau masih tertarik mendengarnya?''

‘'Yah. Ceritakanlah!''

‘'Lelaki kunang-kunang itu, suatu malam, seperti mendengar bisikan yang menyuruhnya untuk tidak hanya keluar dari lingkaran waktu, tapi juga harus mampu menghentikan waktu. Maka ia bersemedi, memejamkan mata, mengumpulkan kekuatan pikiran, llu berpikir keras mencari tahu bagaimana caranya menghentikan waktu. Tapi di tengah persemedian yang dalam itu, segala kekuatannya tercerai berai dihantam bunyi jam dinding yang berdetak memecah keheningan pada malam itu. Diambilnya jam itu lalu dihempaskannya ke lantai. Jam itu pecah menjadi puing-puing. Saat itulah lelaki itu merasa ada gemuruh yang mendadak di kepalanya. Jawaban tentang bagaimana membunuh waktu tiba-tiba masuk ke ceruk otaknya.''

‘'Apa itu?'' tanyaku tidak sabar.

‘'Ia harus menghentikan seluruh aktivitasnya yang berhubungan dengan waktu. Itulah satu-satunya cara membunuh waktu.''

‘'Menghentikan seluruh aktivitas?'' tanyaku agak ngeri, ‘'itu tidak mungkin, kawan. Kau barangkali sedang tidak waras.''

‘'Ya, ini memag ide gila. Tapi kita harus berani menjadi gila demi mengelak dari takdir bernama waktu yan selalu mempermainkan kita dengan sangat keparat,'' katanya.

‘'Jika begitu, teruskanlah kegilaanmu, tuntaskan cerita itu,'' kataku setengah jengkel dan segera bergegas meninggalkan lelaki itu.

Esok harinya, pagi-pagi benar, aku sudah berada di rumah lelaki itu. Seperti ada kekuatan aneh yang mendesak aku untuk pergi ke rumahnya. Kudapati lelaki itu masih saja terjaga.

‘'Ini sudah pagi, tapi kau belum juga tidur, kawan,'' kataku.

‘'Aku tidak lagi ingin tidur. Kau tahu, aku juga sudah berhenti mandi, tidak lagi ganti pakaian, tidak lagi makan dan minum. Itulah caraku menghentikan waktu, dan karena waktu sudah kuberhentikan, maka rasa lapar telah hilang, rasa haus tiada lagi. Aku juga tak perlu lagi menikmati udara luar, melihat matahari atau berbaur dengan manusia-manusia dungu di luar sana.''

‘'Aku tidak percaya,'' kataku

‘'Kau boleh tidak percaya, tapi itulah jalan hidup yang dipilih lelaki kunang-kunang dalam cerita yang kutulis tadi malam. Aku juga sedang belajar mengadaptasi pola hidup semacam itu, juga kau. Kita semua harus melakukannya, sebab pilihan itu bersumber dari penglihatan Illahi semacam wahyu.''

‘'Benarkah?''

Ya, katanya. Lalu ihwal ini diceritakannya.

‘'Suatu malam, lelaki itu merasa bahwa ia berada di langit. Ia melihat rumah-rumah terhampar acak pada suatu wilayah. Rumah-rumah itu tampak batu-batu yang berserak di suatu tanah lapang, dan terkadang seperti butir-butir mutiara yang berkilauan, sebab rumah-rumah itu memiliki lampu serambi yang sengaja tidak dimatikan pada malam hari. Ia melihat atap rumah-rumah itu seperti pemandangan aneh, seperti sisik kasar manusia tua yang bosan mengutuk maut yang tidak juga datang mencabut nyawanya.

Jalan, lorong dan setiap gang yang membelah dan memilah setiap rumah di kejauhan di bawah itu tampak seperti garis-garis di atas peta sebuah negeri yang sekarat. Sesekali motor dan mobil melintas seolah tak peduli pada tikaman malam yang sesungguhnya amat berbahaya bagi mereka yang takut pada kegelapan. Cahaya yang menghambur dari lampu-lampu kendaraan itu tampak seperti kunang-kunang...

‘'Cukup, cukup, kawan. Kau sedang menyindir aku. Tapi, bagaimana kau tahu bahwa aku pernah berfantasi seperti itu?''

‘'Haha,'' lelaki itu tertawa.'' jangan bodoh, kawan. Kita adalah satu. Kau adalah aku. Kunang-kunang itu adalah kita.

Sejenak lelaki itu menghentikan pembicaraannya , mulai menangis, dan aku juga menangis, persis seperti tangisannya. Aku tahu aku tak lagi hidup. Aku tahu lelaki itu adalah aku. Aku tahu kunang-kunang itu adalah harapan-harapanku.

Pada saat itu, pintu tiba-tiba didobrak dan beberapa petugas kepolisian masuk ke rumahku.

Di luar, aku dengar orang-orang sudah ramai dan kasak-kusuk membicarakan sesuatu. Salah seorang dari orang ramai itu bertanya kepada polisi tentang apa yang terjadi. Tapi polisi itu tidak menjawab, ia hanya berkata bahwa kasus bunuh diri telah terjadi.

Esok harinya, koran-koran menulis; seorang lelaki muda ditemukan tewas di dalam kamarnya. Tidak ada indikasi yang mengarah pada dugaan bunuh diri, ataupun penganiayaan. Kematian lelaki itu benar-benar terasa ganjil. Para penyidik mengatakan lelaki itu mungkin terindroktrinisasi oleh teori waktu. Dugaan ini didasarkan atas ditemukannya banyak buku tentang waktu di dalam kamarnya. Waktu adalah lingkaran, begitu tulis lelaki itu di atas secarik kertas. Formulasi ini diduga kuat telah meracuni otaknya sehingga seluruh aktivitas yang memang berlangsung seurut waktu, dihentikan lelaki itu dengan sangat berani, termasuk makan dan minum.

Dan aku, aku sendiri pergi menjauh, menyeret langkah, berjalan tanpa arah yang pasti. Aku tahu aku dirasuki sesal. Tapi sadar akan ketidakmungkinan untuk kembal ke kehidupan semula, aku tertawa. Aku terbahak-bahak menyaksikan anekdot kematian yang kuciptakan sendiri untuk diriku.

***

Previous