Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

"Kalian, kaum laki-laki, masih belum cukup puas dengan itu. Semua wartawan koran masih saja menulis tentang perempuan yang diperkosa dengan visum et repertum vagina sobek dan selaput dara rusak, lalu dibunuh, dipotong-potong dan dibuang. Kenapa tidak pernah ada berita seperti ini...hm..." Ia kelihatan berpikir sejenak. "Begini...: Telah ditemukan mayat seorang laki-laki di atas tempat tidur dalam keadaan telanjang dengan bagian-bagian tubuh terpotong-potong, kepala lepas dari tubuhnya, dan menggigit penis yang dijahitkan ke mulutnya sendiri. Bagaimana?"

Huek!
Tetapi perempuanku justru tertawa terkekeh-kekeh sampai air matanya meleleh.

Setelah lima tahun, baru kali ini aku melihat matanya mengeluarkan air mata lagi, bibirnya menyeringai tertawa, dan ada nada suara yang keluar dari labirin tenggorokannya.

Aku tidak tahu apa makna tertawanya. Ia sukakah? Gelikah? Getirkah? Atau mungkin aku terlalu lama memasung perempuanku sehingga aku sendiri tidak mengenal makna tertawanya dan tidak bisa membaca arti air matanya? Aku tidak kenal dengan perempuanku sendirikah?

Sehabis tertawanya yang cukup lama, ia menarik nafas panjang. Mengambil sebatang rokokku di atas meja, menyulutnya dengan lidahnya yang berapi. Ia memang tidak memerlukan korek api lagi karena lidahnya sudah berapi.

"Sekarang, kalian yang mengaku penulis, juga beramai-ramai menulis tentang perempuan. Kalian telanjangi perempuan di atas kertas sampai tidak ada ruang untuk sembunyi lagi untuk perempuan. Kalian geluti dan perkosa perempuan beramai-ramai dari visualnya, haknya, organnya, emosinya, air matanya, juga kelaminnya!"

"Ng… karena perempuan menarik. Ia marah menarik, ia tertawa menarik, ia menangis juga menarik, ia telanjang…apalagi. Menarik sekali!"
"Ya, kalian telanjangi perempuan habis-habisan."

"Karena menelanjangi perempuan itu nikmat."
"Kenapa tidak menelanjangi pemikirannya, ide-idenya, semangatnya, kekuatannya, atau telanjangi penderitaan dan rasa sakitnya?" kata-katanya seperti peluru keluar dari moncong senapan.

Sementara itu asap rokoknya mengepul sambung-menyambung seperti asap lokomotif kereta api.

Aku terdiam.
"Atau... karena kalian cuma main-main dengan perempuan..." Ia menutup kata-kata dengan nada sumbang.

Mungkin ya.
Mungkin?

Ya. Mungkin.
Perempuan memang obyek yang menarik untuk dijadikan mainan kata-kata, mainan imajinasi, mainan emosi, juga mainan inspirasi. Tetapi jika ternyata "permainan" dengan perempuan itu akhirnya menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan seperti yang dirasakan oleh perempuanku, aku masih tidak tahu harus meletakkan masalahnya di mana.

Apakah memang perempuan adalah obyek lemah yang mudah dipakai sebagai mainan? Atau memang perempuan justru obyek kuat yang menikmati dirinya ketika dipergunakan sebagai mainan? Apakah perempuan memang begitu menarik dan berharga dari segala segi sehingga menjadi komsumsi pasar, teknologi, sampai kepada para pujangga dan seniman? Atau sebaliknya, perempuan justru sangat rendah sehingga tidak mempunyai persamaan hak di dalam hukum dan seks?

Tetapi bagaimanapun perempuan, apakah ia kuat atau lemah, apakah ia berharga atau rendah, ternyata ia tetap menjadi "obyek". Karena begitu ia ingin mengganti posisinya menjadi "subyek", maka seperti aku, kaum laki-laki akan memasungnya. Karena sebagaimana yang kupikirkan, jika perempuan menjadi "subyek" maka ia akan membahayakan posisi laki-laki.

Karena ia adalah mahluk lemah sekaligus kuat, ia direndahkan tetapi dibutuhkan, ia tidak berarti apa-apa tetapi sangat berharga!
Tengah aku masih sibuk dengan debat kusirku sendiri, perempuanku mendekat dan berkata, "aku ingin bercinta denganmu malam ini…"

Ia hembuskan sebuah udara dari mulutnya yang merupakan campuran dari nafasnya yang wangi dan kepulan asap rokok. Begitu seksi dan menggoda. Tetapi aku lebih merasakan itu sebagai sebuah perintah daripada sebuah permintaan.

Aku gemetar.
"Tidak, aku tidak berani main-main dengan perempuan..."

Surabaya , Maret 2004
Inspired by: Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) karya Djenar Maesa Ayu.

Previous