Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Akhir dari Pelarian Buronan

Cerita Pendek Pandapotan MT Siallagan

BARANGKALI, inilah akhir dari pelarian Sergio Batakov, saat didengarnya pintu rumah diketuk. Dan ia tidak akan pernah tahu kapan persisnya kengerian itu bergetar di pintu rumahnya. Apakah di pagi hari ketika ia sedang mandi, di siang hari ketika ia sedang bersantap, atau pada malam hari ketika mata dan pikirannya sedang terpaku pada sebuah buku. Dan, mungkinkah ketukan itu terjadi pada dini hari ketika ia kepanasan membolak-balik badannya seperti ikan di penggorengan, demi menunggu kantuk sambil mengutuk insomnia akut? Ia benar-benar tidak tahu, tapi ketika ketukan itu berdebam-debam, ia merasa otaknya penuh, sesak oleh banyak ingatan. Tangan dan kakinya bergetar, dan nafasnya sumbat seolah tenggorokannya disumpal sesuatu. Lalu, seperti dihampiri maut, ia terkapar di ranjangnya dengan punggung kaku yang sulit digerakkan, hatinya disusupi semacam perasaan sedih dan menyesal yang menghancurkan. Dan ia berteriak, meraung-raung minta tolong, sebab ia yakin setan sedang mengganggunya. Tetapi, ia rasa, suaranya tercekat, tak bisa keluar dari kerongkongannya.

Kengerian yang menyayat itu terjadi pada dini hari, sekitar pukul tiga ketika kokok ayam pertama mulai bergaung merusuhi subuh yang segera tiba. Orang-orang dipaksa bangun karena tersentak mendengar teriakan dan jeritan dari rumah Sergio Batakov yang sunyi. Mula-mula mereka abai, mengira suara-suara itu berasal dari mulut setan yang memanggil-manggil dari mimpi yang jauh. Tetapi, makin lama suara itu makin jelas, bahkan semakin beragam. Kadang serupa tangisan pilu dari seorang ibu yang kehilangan anak, kadang seperti tawa sepasang kekasih yang bercinta di malam buta, kadang serupa teriakan marah dari mulut kucing yang berebut makanan dengan anjing. Orang-orang mulai gerun, lalu berkeluaran dari rumah mencari sumber suara itu sambil berteriak satu sama lain, “Ada orang kesurupan…bangun…ada orang kesurupan...”

Mereka lalu bergegas menuju rumah tempat dari mana suara-suara itu hambur, menggedor pintu berkali-kali, tetapi tak ada tanda-tanda bahwa Sergio Batakov akan membuka pintu. Dan sesaat kemudian, suara-suara itu lenyap, dan kembali senyap. Orang-orang kembali ke rumahnya masing-masing, dan aroma subuh yang diruapkan udara basah kembali mengambang, berdesakan dengan kokok ayam yang saling bersahutan dari tempat-tempat yang jauh. Dan hanya ada satu kepastian yang mengendap di hati orang-orang perihal peristiwa itu: “Penghuni rumah itu pasti sedang bermimpi diperkosa iblis.”

Tetapi, Sergio Batakov tidak sedang bermimpi. Dan ia bukan tidak peduli, tapi petaka itu membuatnya tidak bisa beranjak membuka pintu dan meminta orang-orang itu menolongnya. Kaki dan tangannya serasa diborgol. Dan, ketika ketukan itu berakhir, ia merasa jatuh, terlempar ke sebuah lembah, sebuah tempat yang begitu asing. Sebuah tempat di mana dia barangkali akan tertangkap, lalu dijebloskan ke dalam penjara.

NAMAKU SOADA RIA

Saudara-saudara, namaku Soada Ria. Umur 28 tahun. Tinggi 165 cm. Rambut panjang lurus. Kulit putih mulus. Hidung mancung. Hanya satu kata dari orang-orang untukku: CANTIK. Dan hanya satu kata dariku untuk Sergio Batakov: TAMPAN. Aku tinggal persis di samping rumah lelaki itu. Mulanya kami tidak saling mengenal. Beri maklumlah, aku seorang penyanyi bar yang setiap malam harus bekerja. Oleh sebab itu, siang hari selalu kuhabiskan dengan tidur, tak pernah saling menegur atau bertukar gosip dengan para tetangga, termasuk dengan lelaki itu. Tapi, suatu hari, bar tempatku bekerja digerebek aparat karena diduga sebagai tempat berlangsungnya transaksi jual-beli obat, juga sarang perek. Kecelakaan itu membuatku harus berhenti bekerja untuk sementara waktu, dan itu tentu memaksa aku harus berada di rumah pada siang hari. Pada saat itulah aku kaget menyaksikan rumah Sergio Batakov tertutup rapat sejak pagi sampai sore hari. Oh, dia mungkin berangkat kerja pada subuh karena tak ingin terjebak macet. Tapi, ketika menjelang maghrib kudengar musik rock melantun dari rumahnya, aku kaget sebab tak kulihat ada seseorang yang pulang. Aku berpikir, mungkin saja sebenarnya lelaki itu tidak pergi ke mana-mana, melainkan tidur sepanjang hari. Apakah ia juga bekerja pada malam hari seperti aku, misalnya? Tapi tidak, hingga malam hari tiba, lelaki itu tidak pergi ke mana-mana. Kusimpulkan, ia tidak bekerja pada malam hari. Menjelang tengah malam, lagi-lagi kudengar alunan musik menjalar dari rumahnya. Kali ini Beethoven, atau mungkin Mozart, sulit bagiku membedakannya. Dan barangkali, karena sudah terbiasa bekerja di malam hari, aku sangat kesulitan untuk tidur. Begitulah, kudengar musik itu terus saja mengalir dari rumah lelaki itu dan baru berhenti di pagi hari. Setelah itu, aku tidur. Juga ia, barangkali.

Beberapa hari kejadian serupa terulang, lelaki itu mungkin terusik. Ia bertamu ke rumahku suatu malam. Ia berkata bahwa ia tahu aku tak pernah tidur pada malam hari, dan meminta kesediaanku menemaninya berbincang-bincang sepanjang malam itu. Kukatakan itu tidak mungkin, karena kami baru saja berkenalan. Lagipula, penduduk di sekitar perumahan itu bisa marah, lalu menggerebek kami karena dikira berbuat mesum. Sebab kami belum menikah. Tetapi, terhipnotis oleh sesuatu yang ganjil, kubiarkan lelaki itu berada di rumahku. Sebagai solusi, kami sepakat untuk berbincang dengan cara berbisik-bisik, agar tetangga tidak mendengar. Maklum, rumah sangat sederhana tidak sama dengan rumah megah bertembok kokoh yang bisa meredam suara. Saat itulah aku tahu bahwa berbicara dengan berbisik-bisik sangat melelahkan, membuat nafas tersengal-sengal. Itu mungkin sebabnya mengapa orang hanya berbisik untuk hal-hal yang penting, bersifat rahasia. Tetapi tidak ada rahasia malam itu. Segalanya ia ceritakan padaku.

Next