Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Terbang

Cerita Pendek Lisya Anggraini

Matanya menatap tajam layar monitor computer di depannya. Berita Tempo interaktif menimbulkan dorongan adrenalin yang kuat dalam diri.

Frekwensi kecelakaan pesawat terbang niaga komersial Indonesia tertinggi di Asia atau rata-rata sembilan kali per tahun. Sedangkan di negara Asia lain hanya 3-4 kali setahun. Kecelakaan yang dimaksud adalah kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa, luka-luka, dan fisik pesawat rusak serius.

Informasi dari media lain, rubung merubung di depannya. Yang intinya, pesawat celaka, merenggut nyawa. Tepat memulai tahun barui, Adam Air lenyap terperosok di dasar lautan barat Sulawesi . Semua penumpang dan awak pesawat ?habis?. Dan teranyar Garuda terbakar di bandara Adi Sucipto, 22 orang dijemput maut. Belum lagi tahun-tahun sebelumnya, Mandala Airlines terjerambab tak jauh dari lapangan udara Polonia Medan, nyawa hingga ratusan penumpang.

Ah, Ibarat arisan saja, yang lain menunggu giliran.

Negara ribut. Jabatan seorang mentri pun diancam renggut.

Ia menelan ludah, menerawang, kemudian berdesis untuk sebuah pilihan tegas."Ya, paling tepat naik pesawat terbang!"

Segera ia bersiap-siap memesan tiket. Dan sebenarnya mudah saja, tinggal angkat telpon menghubungi ke biro perjalanan mana, yang ada beriklan di Koran-koran. Tapi, ah, lebih baik datang langsung. Dengan begitu, ia bisa memilih-milih harga pesawat yang paling murah. Ada yang bertariff seongkos taksi ke bandara, untuk bisa mencapai Jakarta dari Batam. Meskipun harus menjalani layaknya naik bus, mencari tempat duduk sendiri, tanpa bernomor.

Bersiap diri kering tenggorokan, jika tak membawa bekal air minum sendiri atau membeli dari pedagang di dalam pesawat. Yang sedang-sedang saja tarifnya, ada camilan ala kadar. Yang agak tinggi sedikit tarifnya, camilan lumayan atau tariff yang tinggi dengan layanan non kelas ekonomi. Namun, apakah siapa yang bisa pastikan mana yang paling aman? Mana yang paling tidak aman? Karena itu pula, sebuah pertanyaan baru menggelayut di kepalanya. Menentukan pesawat yang akan ditumpangi!

Ia pun kembali di depan layar monitor computer, melanjutkan searching, untuk menemukan informasi tentang pesawat mana yang paling sering ditimpa musibah dan mana yang tidak. Ia kian terjerat dereten infromasi yang tersaji. Ada pesawat yang gagal terbang. Yang gembos bannya. Melengkung lambungnya. Juga mendarat darurat karena nyasar terbang. Apalagi turbulensi sudah langganan hampir pesawat yang mengudara.

"Sangat banyak pilihan?" kembali ia berdesis.

Tak lama melamun, ia sampai pada keputusan memilih.

"Pesawat itu saja..sepertinya cukup tepat."

Tapi, tunggu dulu. Otaknya kembali menyemburkan pertanyaan baru lagi. Bagaimana dengan layanan asuransi, jika celaka terjadi? Demi mendapatkan jawaban, searching info mengenai ini harus dilakukan.

Tiga detik, paparan maskapai penerbangan dan klaim asuransi ditemukannya. Ah, ternyata bervariasi sekali. Tidak sama. Ada yang tinggi, ada yang rendah.Ada yang mudah diklaim. Ad pula mesti menunggu nyaris setengah tahun, klaim asuransi dibayarkan.

Dari info-info itu, ia menimbang-nimbang. Pilihan pesawat yang ada di benaknya tadi, sepertinya tidak memenuhi kriteria yang diinginkannya. Dari tariff "oke", pengalaman menantang maut "oke" tapi tidak "oke" kompensasi asuransinya.

Namun,bodo amat! Yang menikmati hasil asuransi bukan aku?Dan pesawat yang dipilih semula, sepertinya paling memenuhi criteria yang diinginkan.

Next