Site hosted by Angelfire.com: Build your free website today!
Kumpulan Cerita Pendek
Kisah-kisah hidup manusia
 

Keinginan Perempuan

Cerita Pendek Maria Bo Niok

Pisau pemotong daging yang sangat tajam itu berkelebat cepat. Namun bukan daging yang di potongnya, juga bukan sayuran. Potongan ranting-ranting cemara telah menumpuk di depan kakinya, tetapi tangan halus perempuan itu masih terus mengayunkan pisaunya untuk memangkasi ranting cemara agar tumbuhnya tidak terlalu rimbun sehingga mengganggu tumbuhan ubi kayu dan jagung di sekitarnya. Sedang pohon cemara itu masih setinggi tubuhnya yang tinggi semampai. Perempuan ini sedang berkebun. Dia bisa menggarap lahan Perhutani seluas setengah hektare. Hampir setiap hari ada saja yang dikerjakan olehnya di lahannya itu.

Sesekali perempuan ini berhenti untuk mengelap keringatnya yang berleleran di dahi dan lehernya dengan ujung baju lengan panjang yang kini tampak agak basah oleh keringatnya. Caping petani dengan setia bertengger di kepalanya. Senyum terukir sekilas pada ujung bibirnya saat matanya memandang tak sengaja pada sebuah pohon jengkol yang sudah berumur puluhan tahun di ujung lahan.

Berbagai nuansa kehidupan lampau berkelebat mengganggu pandangannya. Perempuan ini menggelengkan kepala agak keras untuk mengusir bayangan itu, namun bayangan tersebut tak bisa hilang begitu saja.

***

"Nis, kamu kok selalu bengong setiap mendengar seruan azan?" sapa teman sekolahnya.

"Oh. Tidak kok. Aku sedang mendengarkan seruan azan aja."

"Iya. Tapi ya sambil jalan. Masa berhenti begitu. Terus kapan sampai rumah? Udah keroncongan nih perutku. Latihan pramuka, tidak membawa bekal pula, sekarang sudah azan asar belum sampai rumah," kata Umi sambil berjalan lambat-lambat.

Umi, Nissa, Siti, dan Sarah masih duduk di kelas satu Madrasah Tsanawiyah Ma`arif di kota kecamatan. Jarak dari rumah ke sekolahnya sejauh empat kilometer selalu ditempuh dengan jalan kaki naik turun bukit kecil. Mereka tak pernah mengeluh meski sekolahannya jauh.

Nissa adalah anak perempuan satu-satunya dari Pak Wahyudi, seorang guru mengaji. Pak Wahyudi punya tujuh orang anak dan Nissa adalah anak kelimanya. Nissa anak yang lincah dan cerdas. Di kampungnya dia terkenal dengan suaranya yang merdu dan pintar melantunkan tilawatil quran. Dia selalu mendapat juara setiap kali diikutsertakan dalam lomba qori`ah, baik oleh Bapaknya atau dikirim oleh sekolahnya.

Namun, Nissa seperti menyembunyikan sesuatu di dasar hatinya. Kawan-kawan selalu heran setiap kali ada seruan azan, Nissa akan berhenti melakukan aktivitasnya sampai azan selesai. Di wajahnya selalu tampak binar rindu akan sesuatu, namun tak satu kawan pun yang tahu apa sebenarnya yang Nissa inginkan. Gerakan bola matanya saat mendengar seruan azan, begitu ceria dan sebentar kemudian akan redup, tampak menyedihkan sekali. Helaan napas panjang mengakhiri kebekuannya tadi saat mendengar seruan azan.

Setiba di rumah, Nissa langsung lari ke kamarnya dan menutup pintu. Dia membuka buku hariannya. Dia selalu menuliskan apa yang dia rasa, dia ingin, dan dia harap pada buku harian dan itu sudah berlangsung sejak dia mulai bisa menulis. Kini Nissa membaca ulang apa yang dia tulis saat dirinya masih kelas lima sekolah dasar. Dia memilih bagian yang punya kesamaan perasaan seperti saat ini. Meski tulisan itu sudah lama sekali namun Nissa sering membuka-bukanya. Padahal, itu buku harian ketiga yang Nissa miliki.

Senin....

"Kenapa keinginanku untuk mengumandangkan azan selalu muncul setiap kali waktu salat. Aku begitu ingin menyerukan azan di masjid. Kenapa? Apa perempuan tak diizinkan untuk berazan? Aku gelisah sekali. Aku ingin. Aku ingin. Aku ingin azan."

Kamis....

"Hari ini aku puas karena aku bisa mengumandangkan azan. Tadi Bapak menyuruhku memetik buah jengkol, awalnya aku keberatan dan melamun saat aku sudah di atas pohon jengkol. Tapi tahukan buku? Saat kesepian di bukit itu, aku gunakan untuk melampiaskan apa yang aku inginkan selama ini. Aku mengumandangkan suara azan sampai tuntas dan ternyata suaraku bagus. Aku bisa! Aku bisa buku, tahukan? Aku tidak peduli komentar orang yang lewat di bawah bukit itu dan memandangi aku dengan heran. Mereka mengatakan aku edan. Anak perempuan kok azan. Tapi aku tetap azan. Maka kamu lihat kan buku? Kalau saat ini hatiku begini riang."

Minggu....

"Buku. Kita ketemu lagi... tahukah kamu apa yang kurasakan sekarang? Tadi si Nono baru saja disunatin. Eh. Aku melihat dia pakai kain sarung yang dikasih Cengkalak dan ke mana-mana membawa minyak angin PPO. Aku pingiiiin sekali jadi anak laki-laki dan aku akan minta disunat sama bapakku biar aku bisa seperti Nono itu. Tapi kamu jangan bilang-bilang bapakku ya buku. Aku isin nanti."

Tangan Nissa maraih pena dan menuliskan keresahan hatinya pada buku harian kesayangannya itu. Sepertinya dia melupakan rasa laparnya.

Next